Kecenderungan Generasi Z Terhadap Hiburan dan Bacaan Berkualitas

Kecenderungan Generasi Z Terhadap Hiburan dan Bacaan Berkualitas
Penulis: Siti Khoeriyah

Berdasarkan data UNESCO, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara di bidang literasi. Minat baca Indonesia hanya mencapai 0,001% atau hanya 1 orang dari 1000 orang yang membaca. Hal ini tentu saja memprihatinkan. Sementara itu, IKM (Indeks Kegemaran Membaca) Indonesia yang didata oleh Perpusnas, Indonesia mendapat poin sebanyak 63,9 poin di tahun 2022. Hasil IKM ini meningkat sebanyak 7,4% dibanding tahun sebelumnya yang hanya meraih skor 59,52 poin. Indeks ini menunjukkan bahwa Indonesia mengalami kemajuan perihal membaca. 

Namun, pada faktanya, Generasi Z atau Gen Z terlalu bergantung pada gawai. Ini bisa dibuktikan dengan hasil riset yang menyatakan bahwa Gen Z bisa menghabiskan 9 jam per hari dalam memainkan gawai. Kenyataannya Gen Z memiliki ketahanan mental yang sangat lemah, hal ini disebabkan oleh ekspetasi sosial; sekolah yang kompetitif; dan penggunaan media sosial secara terus-menerus. 

Menilik hal-hal yang disebutkan, Gen Z akhirnya memiliki kecenderungan untuk mencari hiburan. Hiburan ini umumnya dilakukan dengan berselancar di dunia maya untuk mencari "sesuatu" yang menggambarkan keadaan dirinya. Namun, umumnya hiburan ini hadir untuk menyuapi ego dan kehausan Gen Z akan sebuah pengakuan. 

Data memang menyebutkan bahwa IKM Indonesia meningkat, namun fakta lapangan menyebutkan bahwa Gen Z cenderung menyukai konten-konten visual dibanding membaca buku. Beberapa mungkin melek dan kehausan akan bacaan yang berkualitas, tapi mayoritas Gen Z membaca untuk pengalihan dan menjadikannya sarana hiburan. 

Hiburan memang penting bagi kehidupan, rasa-rasanya setiap orang mengakui bahwa tanpa hiburan maka kehidupan akan terasa hampa. Namun, ada waktunya. Saat ini, Indonesia tengah krisis membaca terutama dalam konteks bacaan berkualitas. Faktanya, karya-karya yang benar-benar memiliki nilai malah teronggok begitu saja dan hanya terjamah ketika diperlukan secara sekilas. Contoh, seorang mahasiswi membaca satu jurnal karena membutuhkan riset untuk keperluan tugas dari dosennya. 

Bacaan-bacaan yang berkualitas tidak serta merta dikhususkan pada karya non-fiksi. Bacaan berkualitas artinya bacaan tersebut memiliki nilai pembelajaran, perenungan, dan membuat terbukanya pandangan akan hal-hal baru Sayangnya, Gen Z cenderung merasa bosan dan mengganggap tidak seru membaca hal-hal yang bersifat serius.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunitas: Sebuah Upaya Daring Pembelajaran Literasi

TBM Harapan Jogja: Pengembangan Literasi Lewat Praktik Menulis

Bahasa Puisi yang Begini dan Begitu