PANDANGAN GENERASI Z TERHADAP KARYA SASTRA NON FIKSI DI INDONESIA
Pandangan Generasi Z terhadap Karya Sastra Non Fiksi di Indonesia
Penulis: Nur Faizatun Khasanah
Sama halnya dengan karya fiksi, karya non fiksi sendiri memiliki jenis yang beragam. Dimulai dari karya ilmiah, mata pelajaran di sekolah, dan masih banyak lagi.
Namun, karya non fiksi ini kurang diminati terutama oleh Generasi Z karena dianggap karya tulis yang membosankan dan sulit dipahami.
Meskipun faktanya, Generasi Z sendiri banyak menemui karya non fiksi ini di dunia pendidikan—entah terkait materi ataupun tugas.
Namun, sukar dipungkiri juga jika sebenarnya karya non fiksi ini memiliki dampak yang jauh lebih besar dibanding karya fiksi.
Hanya saja bentuk karya non fiksi jauh lebih formal, mengingat karya non fiksi ini memiliki peranan yang berbeda dengan karya fiksi.
Karya tulis non fiksi cenderung digunakan sebagai jembatan untuk belajar, daripada untuk menghibur diri sehingga pembahasannya dianggap kurang menarik.
Dalam penelitian Magdalena, dkk (2019), menurut data statistik UNESCO yang telah resmi diumumkan, Indonesia menempati urutan paling bawah nomor dua dalam masalah literasi.
Hal tersebut menandakan karya tulis non fiksi tidak berpengaruh banyak dalam perbaikan minat baca para penduduk Indonesia—termasuk Generasi Z.
Sama seperti karya fiksi, karya non fiksi juga mempertaruhkan banyak hal selama proses penulisannya.
Mulai dari keterampilan bahasa dan keterampilan menulis. Namun, dalam karya non fiksi ini hal logis lebih dipertaruhkan dan isinya jauh dari peranan khayalan semata.
Oleh sebab itu, tulisan dalam karya non fiksi itu lebih mendidik dan berilmu bagi para pembaca.
Tinggal dari pembacanya saja hendak memilah karya non fiksi mana yang akan dibaca dan dinikmati tulisannya.
Faktanya, keterampilan membaca amat penting terutama untuk Generasi Z, walaupun mereka berkembang di era digital seperti sekarang.
Hal tersebut menjadi penting karena keterampilan membaca memungkinkan Generasi Z mendapat banyak informasi baru yang lebih mendalam. (Belvar, dkk: 2024).
"Karya sastra non fiksi ini jelas ditulis berdasarkan fakta, sesuatu yang benar-benar terjadi tanpa memasukkan unsur khayalan di dalamnya," kata Siti Khoeriyah—salah satu pengurus di Area Penjelajah Sastra.
"Akan tetapi, peminat karya sastra non fiksi ini sangatlah jarang, terutama di kalangan Gen Z. Aku pikir salah satu faktornya adalah keinginan juga ego dari pembaca yang didominasi oleh Gen Z. Ego mereka ini perlu disuapi dengan hal-hal yang mereka ingini, sayangnya karya sastra non fiksi kurang menarik bagi mereka karena terkesan serius dan membosankan," sambungnya.
"Padahal, kalau kita melihat ke sisi lain, karya sastra non fiksi ini justru paling penting karena bisa mendorong menuju perubahan. Karya sastra non fiksi bisa menjadi landasan agar pikiran makin terbuka yang tentunya membuat wawasan bertambah dan munculnya perubahan-perubahan juga pandangan-pandangan baru," kata Siti Khoeriyah lagi.
Pendapat dari Siti Khoeriyah memang benar adanya. Namun, hal tersebut belum cukup menjadi pemicu supaya non fiksi bisa diminati banyak orang.
Editor: Siti Khoeriyah
DAFTAR PUSTAKA:
Belvar, A. N., Lestari, R. V. A., Diba, F. F., & ZA, M. F. (2024). Problematika Keterampilan Membaca pada Generasi Z. ARIMA: Jurnal Sosial Dan Humaniora, 1(3), 195-204.
Magdalena, I., Sumiyani, S., & Huliatunisa, Y. (2019, December). MEMBANGUN KARAKTER ANAK BANGSA GENERASI Z BERKEMAJUAN MELALUI BUDAYA LITERASI DAN ANTI BULLYING. In Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ.
Komentar
Posting Komentar