Mengupas Lebih Lanjut Mengenai Filsafat dan Bahasa

picture by klippa
ditulis oleh Cahyo Saputro di Yogyakarta tanggal 25 bulan Mei tahun 2024.

Telah disebutkan di dalam artikel sebelumnya (Apakah Filsafat dan Bahasa Bisa Bertemu?) bahwa filsafat dan bahasa mempunyai hubungan kausalitas (sebab dan akibat). Filsafat sebenarnya memiliki cara kerja dari sebuah pertanyaan kritis tentang suatu realitas yang tidak harus konkret baik hal-hal yang dianggap ada atau hal-hal yang dianggap tabu dan dijawab dengan penalaran atau logika dengan metode berpikir. Begitu pula dengan permasalahan kebahasaan. Bagaimana cara kerja filsafat dalam mengatasi problematika kebahasaan atau bahasa itu sendiri, yang dimulai dari hakikat, esensi, hubungan bahasa, akal, dan sebagainya.

Konsep filosofis seperti kebenaran dan keadilan seringkali berkaitan erat dengan bahasa. Filsafat membantu memprediksi bagaimana bahasa mengandung aspek ontologis dan epistemologis yang dapat membentuk pemahaman tentang realitas dan nilai-nilai moral. Melalui analisis bahasa, filsafat membantu menjelaskan bagaimana kata-kata dapat mencerminkan kebenaran, bagaimana argumen dapat disusun secara logis, dan bagaimana bahasa dapat membantu kita membentuk prinsip-prinsip moral. Dalam hal pernyataan yang bermakna dan tidak bermakna, filsafat membantu membedakan antara pernyataan yang mengandung informasi yang dapat diuji dan diverifikasi dengan pernyataan yang sekadar pernyataan tanpa makna yang jelas.

Filsafat membantu menganalisis struktur bahasa dan konteks penggunaannya untuk menentukan apakah suatu pernyataan mempunyai makna yang relevan atau hanya samar-samar dan tidak bermakna. Dalam rangkaian konsep lanjutan, pemahaman bahasa diperdalam melalui analisis filosofis. Filsafat membantu memahami peran bahasa dalam menciptakan makna, menghubungkan konsep dengan kenyataan, dan cara kita berpikir.

Asep Ahmad Hidayat (2006: 37–38) menguraikan secara singkat hubungan fungsional antara filsafat dan bahasa, adalah sebagai berikut:
1. Filsafat merupakan salah satu metode yang digunakan para filosof dalam memecahkan problematika kebahasaan.
2. Filsafat, sesuai dengan alirannya akan mewarnai cara pandang para filosof tentang teori-teori kebahasaan dan para ahli ilmu bahasa atas dasar aliran filsafat tersebut.
3. Filsafat memberi arah teori kebahasaan yang dikembangkan menurut dan berdasarkan aliran tertentu memiliki relevansi dengan realitas kehidupan umat manusia.
4. Filsafat, termasuk filsafat bahasa, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori kebahasaan menjadi ilmu bahasa (linguistik) atau ilmu sastra.

Beberapa kesulitan ketika mencoba mempelajari bahasa berdasarkan perspektif filsafat adalah mengenai sikap subjektif yang muncul kepada pembelajar ilmu. Hal ini dikarenakan masing-masing individu memiliki anggapan yang benar dan semestinya tentang sebuah bahasa berdasarkan perspektif yang terbangun dimulai pada saat kecil mereka belajar dan memperoleh bahasa tersebut (Dasuki et al., 2022). Hal ini sejalan Lyons (1995:3) yang berpendapat bahwa kesulitan dasar yang dihadapi orang-orang awam subdisiplin linguistik adalah kesiapan mereka untuk melihat bahasa sebagai unsur yang objektif dengan banyak pembaharuan tentang keilmuan Bahasa, di mana dulu tata bahasa tradisional yang diajarkan di sekolah dianggap benar, lalu sekarang banyak yang dianggap keliru dan diganti oleh kemuktahiran perkembangan bahasa itu sendiri. Bisa dikatakan bahwa hubungan filsafat dan bahasa memiliki problematika, seperti poin pendapat Asep Ahmad Hidayat. Hubungan filsafat dan bahasa dalam proses penerimaan struktur sendiri merupakan suatu sikap yang dinamis, menerima pengertian, dan konsep yang selama ini dianggap benar menjadi keliru.

Hal ini tentu saja berkaitan dengan perkembangan bahasa yang mutakhir di mana tidak menyalahkan struktur bahasa tradisional, tetapi mengarah kepada pengembangan dan penelaahan lebih jauh dari subdisiplin linguistik. Pada abad ke-13 mulai bermunculan sebuah fenomena perkembangan ilmu pengetahuan dalam semua cabang. Salah satu pemikiran yang muncul adalah teori-teori tata bahasa tentang proposisi atau dapat dikatakan dalil yang dihasilkan dari proses pembuktian pembenaran dengan proses penarikan simpulan dari asas-asas yang serupa. Oleh karena itu, keilmuan bahasa apabila dilihat dari perspektif filsafat adalah sebuah keilmuan yang berupaya menemukan aturan atau dasar sebuah hubungan, yaitu kata yang diarahkan sebagai tanda dengan perspektif manusia sebagai individu yang satu memaknai wujud yang dimaknai oleh kata tersebut atau yang ditandainya (Dasuki et al., 2022).

Maka, pembahasan antara korelasi filsafat dan bahasa berhenti di sini. Pembahasan lebih lanjut sangat-sangat dibutuhkan dengan menimbang banyak kemungkinan dan kepentingan sebagai sebuah kajian lanjutan. Perlu adanya penelaahan atau analisis lebih lanjut tentang artikel ini. Barangkali ada sumber referensi yang bisa kita diskusikan sebagai suatu pembahasan berpikir kritis, jangan sungkan untuk berkomentar di laman ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunitas: Sebuah Upaya Daring Pembelajaran Literasi

TBM Harapan Jogja: Pengembangan Literasi Lewat Praktik Menulis

Bahasa Puisi yang Begini dan Begitu