Bagaimana Peran Estetika dalam Seni?
ditulis oleh Cahyo Saputro
1. ilmu mengenai fenomena estetis;
2. ilmu mengenai fenomena persepsi; dan
3. ilmu mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis.
Lebih lanjut, estetika dianggap sebagai ilmu mengenai fenomena estetis di mana memang terdapat penekanan ruang lingkup bahwa estetika berupaya menganalisis, memahami, dan mengkaji tentang suatu fenomena estetis. Fenomena estetis sendiri bisa kita sebut sebagai pengalaman sensoris tiap manusia terhadap suatu karya. Hal ini pun bisa dianggap sebagai respon emosional terhadap hal-hal yang dianggap mempunyai “keindahan” atau bersifat indah. Kemudian, estetika merupakan ilmu mengenai fenomena persepsi, yang mana memang dalam estetika sendiri mengacu kepada penerimaan dan penafsiran informasi terhadap suatu karya yang akan dan telah diproses oleh indra tiap manusia. Singkatnya, estetika dalam aspek ini merupakan keluaran yang terjadi oleh dan karena manusia itu sendiri. Selain itu, estetika juga dianggap sebagai ilmu mengenai seni sebagai hasil pengalaman estetis. Tidak jauh beda dengan pengertian poin pertama, yang mana memang di sini berbicara tentang keindahan suatu karya (seni) dengan pengalaman sensoris manusia.
Menyinggung perihal keindahan seni. Keindahan seni sendiri merupakan sifat indah yang diungkapkan manusia secara konsisten guna mengubah benda-benda alamiah bagi kepentingan jiwa atau rohani manusia. Nilai keindahan diungkapkan dengan pengolahan benda-benda guna memperoleh kesenangan, kegairahan, dan kepuasan secara emosional manusia tanpa ada faktor-faktor yang menganggu perasaan tersebut. Pada akhirnya, keindahan seni bisa didefinisikan kadarnya apabila seseorang merasa puas secara hasrat dan emosional. Namun, nilai keindahan yang sempurna dalam karya seni menurut Erich Kahler dalam Kurniawan (2106) adalah bercampurnya pengungkapan perasaan yang kuat, yaitu memadukan kecermatan yang sensitif (Sensitive Precison of Expression) dalam pengungkapan dengan keserasian dari suatu keanekaragaman unsur-unsur yang kaya (Harmonization of a Rich Variety of Elements). Adapun pendapat Eric Newton dalam Kurniawan (2016) yang menyatakan bahwa keindahan pada karya seni bersumber pada pemahaman budi manusia terhadap pola alam semesta. Seniman tidak menciptakan keindahan, tetapi ia menangkap hubungan–hubungan dalam alam dengan emosinya dan mengungkapkan kembali dalam bentuk perseptual. Pada tataran perseptual keindahan tidak bisa diukur, maka dalam seni yang dicari adalah nilai, dan disebut sebagai nilai estetik.
Penilaian keindahan sangat dipengaruhi oleh pola pikir mayoritas manusia dalam satu lingkup, baik secara kecil, sedang, atau besar. Keindahan tidak selalu mempunyai rumusan tertentu, sebagaimana ia berkembang sesuai dengan penerimaan manusia terhadap gagasan baru yang dimunculkan oleh seniman. Oleh karena hal ini, berkembanglah konsep The Beauty dan The Ugly. The Beauty merupakan asumsi terhadap suatu karya yang memang diakui banyak pihak memenuhi standar keindahan sedangkan The Ugly merupakan asumsi terhadap suatu karya yang sama sekali tidak memenuhi standar keindahan dan oleh masyarakat banyak biasanya dinilai buruk, namun jika dipandang dari banyak hal ternyata memperlihatkan keindahan.
Perlu diingat bahwa pembahasan persoalan estetika selalu dan sangat universal, yang pada tiap lini masanya mempunyai ciri dan corak istimewanya tersendiri. Kemudian, dewasa ini telah banyak berkembang gagasan baru dalam karya seni, sehingga estetika juga diperlukan sebagai pendekatan apresiasi.
Yogya, 23 Juni 2024
Daftar Pustaka:
Kurniawan, A., dan Riyan Hidayatullah. (2016). Estetika Seni. Yogyakarta: Media Akademi.
Komentar
Posting Komentar