Interelasi Kehidupan dengan Menulis

ditulis oleh Cahyo Saputro

Ketika berbicara tentang hubungan atau interelasi antara kehidupan dengan karya tulis, tentu tidak terlepas dengan pengalaman. Pengalaman yang dimaksud di sini adalah pengalaman sensoris yang mengantar manusia kepada kepekaan terhadap sesuatu. Hal ini selalu bersinggungan dengan kepribadian manusia itu sendiri. Adapun keberagaman subjektifitas dalam melihat tentang bagaimana hidup dan karya tulis. Namun, karya tulis seperti apa yang sekiranya dimaksud? Apakah semua karya tulis juga termasuk ke dalam sebuah ruang lingkup yang diciptakan untuk menggambarkan sebuah pengalaman dan atau mendefinisikan suatu permasalahan-permasalahan yang muncul?

Perlu diketahui, bahwa karya tulis merupakan hasil atau output dari menulis. Karya tulis bisa dibagi menjadi dua, ilmiah dan nonilmiah. Kemudian, apakah karya tulis ilmiah merupakan buah bentuk dari pengamalan pengalaman? Sebenarnya bisa saja diartikan sebagai sebuah analisis mendasar tentang sesuatu. Namun, yang disorot dalam karya tulis pada artikel ini adalah karya tulis nonilmiah di mana memang memuat hal-hal ekspresif dengan subjektif. Biasanya, karya tulis nonilmiah akan selalu dihubungkan dengan kesusastraan.

Apabila dilihat pemerian ‘kesusastraan’ dalam KBBI, kesusastraan merupakan perihal susastra. Susastra sendiri merupakan karya sastra berupa pengungkapan pengalaman jiwa manusia yang ditimba dari kehidupan, di mana kemudian diimitasi sedemikian rupa hingga mencapai tingkat estetika tertentu. Maka, berangkat dari situlah tentang bagaimana interelasi yang terjadi.

Mengenai yang dihasilkan dari sebuah diskusi kecil-kecilan dengan kesamaan topik dan beragam rumusan masalah. Seseorang mengatakan bahwa kehidupan bisa digambarkan melalui karya tulis (susastra) dan karya tulis merupakan penggambaran dari kehidupan itu sendiri. Kemudian, beberapa dari penulis memilih untuk mengungkapkan suatu perihal, mengenang suatu peristiwa, dan mengabadikan sebuah fenomena melalui tulisan. Kegiatan menulis ini, menumbuhkan rasa nyaman dan pembaharuan rohani (katarsis), sehingga ada yang menjadikannya sebagai sebuah profesi. Pengungkapan secara tertulis, bisa dikatakan sebagai sebuah pelarian dan ketidakmampuan manusia dalam penyampaian ekspresi secara lisan.
Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa hubungan menulis dengan kehidupan erat, bahkan sangat erat. Hal ini dikarenakan menulis merupakan suatu aktivitas mencatat periodisasi kejadian. Segala sesuatu, bisa dilewatkan dan terlupakan begitu saja, maka lewat menulis segala hal yang dirasa perlu/layak ingat dalam masa yang panjang dapat diabadikan.

Ialah benar, ketika semuanya disimpulkan dengan kata ‘pelarian’. Sastra sendiri merupakan alternatif realitas yang biasa kita kenal dengan sastra pelarian (escape literature). Sastra pelarian sendiri akan membawa kepada kebaruan emosi untuk mengaburkan segala bentuk mala, khususnya terhadap penulis. Hal ini akan berkaitan dengan konsep seni sebagai terapi yang sebelumnya pernah dibahas oleh artikel terdahulu (Seni dan Sastra Sebagai Media Terapi). Namun, dalam artikel tersebut kurang ditemukan alasan-alasan yang kuat dalam landasan art therapy itu sendiri. Maka, artikel setelah ini akan hadir sebagai upaya melengkapi kerumpangan artikel tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Komunitas: Sebuah Upaya Daring Pembelajaran Literasi

TBM Harapan Jogja: Pengembangan Literasi Lewat Praktik Menulis

Bahasa Puisi yang Begini dan Begitu