Postingan

Diskusi Sastra: Menilik Realita dan Imaji

Gambar
ditulis oleh Cahyo Saputro Sabtu, 21 September 2024, Area Penjelajah Sastra (APSA) mengadakan sebuah diskusi yang dibuka untuk umum dengan tajuk “Persimpangan Antara Realitas dan Imaji”. Tentu, hal ini merupakan sebuah kesenangan tersendiri bagi para pegiat literasi daring. Pemakalah diskusi ini ialah Bang Mahardika, pegiat literasi yang berdomisili di kota hujan a.k.a. Bogor. Diskusi ini membicarakan tentang implikasi realitas dan imaji dari tiga puisi penyair kondang Indonesia, yaitu puisi Kepada Hawa karya Aan Mansyur, Aku Ingin karya Sapardi Djoko Damono, dan Lanskap karya Goenawan Mohamad. Pemilihan puisi-puisi ini tentu bukan tanpa alasan. Bang Mahardika ingin mengajak audiens mengamati dan menelisik secara sederhana dengan katanya, “dibawa lucu-lucuan aja”. Pada puisi pertama, Kepada Hawa karya Aan Mansyur digunakanlah penyusunan kata-kata yang sederhana dan tidak muluk-muluk. Akan tetapi, hal yang menarik adalah ditafsirkannya suatu pemaknaan atau pandangan baru, di mana hal t...

Komunitas: Sebuah Upaya Daring Pembelajaran Literasi

ditulis oleh Cahyo Saputro Saya pikir, kemajuan teknologi membawa manusia pada titik tertinggi dalam mencapai inovasi dan kreativitas. Kemajuan ini tentu mendorong perkembangan di seluruh aspek, salah satunya Pendidikan dan khususnya “literasi”. Namun, kerap terjadi kesalahan konsep dalam pengertian makna, sehingga mengalami ketimpangan-ketimpangan yang masih perlu dibenahi. Selain daripada itu, banyak orang mulai mengide pembuatan wadah bagi orang-orang yang ingin berproses—menghasilkan validasi si sebenarnya—dalam kegiatan seputar literasi. Tentu, ide ini menjadi sebuah peluang ‘tuk menjaring mereka sebagai salah satu kader, peserta, anggota, ataupun apa pun sebutannya. Wadah ini dibuat lebih dinamis, luwes, nan asoy . Kemunculan komunitas daring menjadi pertanda dari kemajuan teknologi ini, khususnya komunitas daring literasi. Sangatlah bagus ketika menemui orang-orang dari lokalan yang berbeda, heterogenitas latar belakang kebudayaan, dan beda-beda lain yang kerap ditemui. Akan t...

Mengambil yang Dekat, Mengenal yang Jauh

ditulis oleh Cahyo Saputro Mengambil yang dekat dengan mengenal yang jauh, sebagaimana tata krama atau unggah-ungguh mertamu dalam kebudayaan Jawa atau kesopanan dalam bertamu menjadi contoh konkret tentang bagaimana pentingnya mencukupkan kadar keinginan muluk-muluk. Tindakan ini bukan semata-mata merendahkan manusia, bahwa ia tidak bisa menjangkau lebih atau mencakup hal lain bahkan membatasi keinginan. Bukan dan tidak seperti itu. Mengenali hal-hal yang dekat merupakan suatu kebijaksanaan, mengelola diri, mensyukuri, dan mencoba menerima apa yang lekat dengan diri sendiri. Bagaimana jika seorang menulis suatu hal yang ‘jauh’ dan melupakan hal-hal yang ‘dekat’? Bagaimana jadinya ‘pabila seorang pengrajin tempe menulis resep obat? Atau seorang nelayan yang berbicara tentang benih padi yang apik? Atau bahkan seorang ahli bedah yang berbicara tentang mesin? Relevansi ini perlu diperhitungkan ulang sebagai perenungan di mana memang seorang manusia mempunyai potensi lebih, tetapi apa bo...

Hak Perempuan dalam Novel Sitti Nurbaya

ditulis oleh Cahyo Saputro Nama Sitti Nurbaya kerap didengar sebagai ikon atau simbol khusus ketika wanita—wani ditata—jua perempuan—per-empu-an—disodorkan dengan tawaran atau paksaan oleh kamitua sebab utang-piutang maupun hal-hal lain yang menjadi ihwal utama dalam pemaksaan kawin tersebut. Sebutan kawin paksa sendiri menjadi booming dan melekat pada tahun-tahun lampau. Kawin paksa dianggap sebagai tradisi zaman dulu atau bisa diperhalus menjadi “perjodohan” dengan syarat atau atas syarat untuk sesuatu. Jauh di tanah Minang sana, seorang penulis atawa pengarang bernama Marah Roesli menceritakan sedemikian rupa pelik tentang romansa dengan adat kebudayaan. Sebelum berbicara lebih jauh, sila disimak tentang sinopsis novel tersebut di https://indonesiakaya.com/pustaka-indonesia/sitti-nurbaya-buku-karya-marah-roesli/ . Marah Roesli sendiri merupakan seorang sastrawan dan bangsawan Padang yang juga menekuni bidang kedokteran hewan. Beliau merupakan alumni dari Sekolah Dokter Hewan di B...

Menghadirkan Unsur Batin dalam Puisi

ditulis oleh Cahyo Saputro “Sejarah peradaban mengajarkan kepada kita bahwa zaman membuat doktrin sastra jarang berasal dari satu jenius saja.” (Sastra Bandingan, kutipan narasi Suwardi Endraswara) PUISI sebagai salah satu karya sastra kerap dinikmati dan sering dibandingkan antara puisi satu dengan puisi lainnya. Pembandingan puisi atau bisa disebut sebagai kajian sastra bandingan dapat diperoleh atas unsur-unsur pembentuknya, yaitu unsur fisik dan unsur batin. Sebagaimana unsur fisik di mana suatu hal yang nampak dan tampak tanpa perlu memasukinya lebih dalam, seperti tipografi, majas, diksi, dan sebagainya. Lalu bagaimana dengan unsur batin? Unsur batin merupakan sebuah unsur yang dapat diperoleh apabila pembaca mengalami proses penafsiran lebih lanjut dengan sengaja atau tanpa sengaja dengan memosisikan dirinya sebagaimana rupa. Unsur batin, bisa dikategorikan menjadi tiga, yaitu rasa, nada dan suasana, serta amanat. Pertama, rasa dalam sebuah puisi selalu mempunyai perbedaan ses...

Mengenal Teater Koma dari "Cinta Semesta, Ketika Tak Mungkin Melawan Alam Semesta"

Gambar
ditulis oleh Cahyo Saputro gb.1 Teater Koma Perkembangan teater konon dimulai dari seorang penyair Athena yang hingga kini diperdebatkan. Kemunculan teater di Indonesia sendiri terjadi di sekitar abad ke-20 dengan melahirkan banyak komunitas cikal bakal penggedhe dalam ranah teater. Salah satunya adalah Teater Koma. Teater Koma adalah sebuah kelompok teater yang mempunyai dorongan dan iktikad ingin menghadirkan tontonan teater yang diharapkan akan punya warna lain dari warna-warna kelompok teater yang sudah ada selama ini (Mardjono, 2012: 422). Teater Koma didirikan pada tanggal 1 Maret 1977 oleh Nano Riantiarno, Ratna Riantiarno, dan angkatan pendiri di mana Nano Riantiarno bekerja sebagai sutradara sekaligus penulis skenario. Pada akhir tahun 2020, Teater Koma mengadakan pementasan dengan tajuk "Cinta Semesta". Pementasan ini merupakan sekuel lanjutan dari pentas yang berjudul "Gemintang". Musibah pandemi yang meng- global waktu itu, menuntut digita...

Hidup dan Proses Kreatif

ditulis oleh Cahyo Saputro Kamu tim bubur ayam dicampur dengan menerima heterogenitas—simbolik bhinneka tunggal ika—atau dibiarkan sedemikian rupa untuk melihat dan menikmati estetika dan persenian tukang bubur? Pertanyaan inilah yang kadang dibicarakan seorang teman tatkala bingung membeli sarapan, walaupun tidak dijelaskan dan diada-adakan seperti pertanyaan di atas. Keputusan dalam dua pilihan tidak bisa dijadikan standarisasi bahwa orang ini bla bla bla, orang itu bla bla bla, kalian bla bla bla, dan aku bla bla bla. Sama seperti apa kamu suka kecap? Atau apa kamu suka sambal? Belum tentu juga menyukai kecap menjadi ‘manis’—walaupun ada kecap asin—atau menyukai sambal menjadi ‘pedas’—barangkali lolongan tetangga lebih daripada itu. Kemudian, dalam per-seni-an tidak selalu, tetapi pasti lekat dengan latar belakang si ‘dalang’ seni atau ‘objek’ seni itu sendiri. Seperti, penciptaan layang-layang, tentang bagaimana dan apa bambu yang baik sebagai kerangka, konsepsi bentuk, implementa...